Yuk Kita Kenal Lebih Dekat Bunga Rosela, Tanaman Hias dengan Manfaat Antihipertensi

bunga rosela

Seperti jenis bunga yang lainnya, rosela layak dimanfaatkan sebagai tanaman hias karena bentuk dan warnanya menarik. Sejatinya bunga ini juga dimanfaatkan sebagai tanaman herball  antihipertensi. Dilihat dari penampakannya, tak salah jika bunga rosela dimasukkan dalam kategori tanaman hias. Warnanya cerah menyegarkan, pas jika ditanam sebagai properties penghias taman. Meski begitu, tanaman yang memiliki nama Latin hisbiscus sabdariffa ini juga berkhasiat meredam tumor, antiradang, antihipertensi, dan memperlancar buang air besar.
Kelopak bunga rosela bisa dimanfaatkan sebagai bahan untuk seduhan, seperti teh. Bahkan, kini sudah biasa diolah dalam bentuk sirop, selai, dan minuman lain. Tanaman herbal yang juga dikenal sebagai penghasil serat ini dapat diolah menjadi campuran salad, puding, juga asinan. Kelopak bunga rosela mengandung vitamin C, vitamin A, dan asam amino. Asam amino yang diperlukan tubuh, 18 di antaranya terdapat dalam kelopak bunga rosela, termasuk arginin dan legnin, yang berperan dalam proses peremajaan sel tubuh. Kelopak bunga rosela juga mengandung protein dan kalsium. Sebagai obat tradisional, rosela berkhasiat sebagai antiseptik, aprodisiak, diuretik, pelarut, sedatif, dan tonik.
Bunga rosela tumbuh dari biji/benih dengan ketinggian mencapai satu meter lebih serta mengeluarkan bunga hampir sepanjang tahun. Bunga rosela berwarna cerah, kelopak bunga (kaliks) berwarna merah gelap dan lebih tebal jika dibandingkan dengan bunga raya (sepatu).  Bagian bunga rosela yang bisa diproses menjadi makanan ialah kaliks yang mempunyai rasa masam. Kelopak bunga ini bisa diproses menjadi minuman, jeli, saus, serbuk (teh), atau manisan.
Daun muda rosela bisa juga dimakan sebagai ulam atau salad. Di benua Afrika, biji Rosela dimakan karena dipercaya mengandung minyak tertentu. Di Sudan, Rosela diproses menjadi karkadeh, minuman tradisional kebanggaan masyarakatnya.
Kaya Antioksidan
Popularitas rosela inilah yang kemudian mendorong para ilmuwan untuk meneliti kandungannya lebih lanjut, seorang di antaranya, Ir. Didah Nurfarida MSi, dari Fakultas Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor. Tahun 2006, Didah mengungkapkan bahwa kandungan antioksidan pada teh kelopak merah (bunga rosela), jumlahnya 1,7 mmol/prolox, lebih tinggi dibandingkan dengan kumis kucing, yang sudah teruji klinis dapat meluruhkan batu ginjal. Jumlah antioksidan itu diperoleh dengan menggerus 3 kuntum rosela yang telah dikeringkan, kira-kira sebanyak 1,5 gram. Setelah diberi air 200 ml, lalu dimasukkan ke spektrofotometer. Alat itu menganalisis seluruh kandungan kimia berdasarkan panjang gelombang yang dibiaskan larutan.
Dengan keberadaan antioksidan, sel-sel radikal bebas yang merusak inti sel dapat dihilangkan. Itu sebabnya rosela memiliki efek antikanker. Kandungan yang paling berperan adalah antosianin atau pigmen tumbuhan yang bertanggung jawab menghindarkan dari kerusakan sel akibat paparan sinar ultraviolet berlebih.
Di Selandia Baru, John McIntosh, periset dari Institute of Food Nutrition and Human Health, Massey University, mengekstrak rosela dengan mengeringkan kelopak bunganya pada suhu 50 derajat Celsius selama 36 jam. Tiga gram rosela hasil pengeringan diencerkan dalam 300 ml air. Larutan itu dimasukkan ke tabung spektrofotometer. Hasilnya rosela mengandung 51 persen antosianin, antioksidannya 24 persen.
Menurut penelitian, anti oksidan yang terkandung dalam teh rosella lebih tinggi dari pada kumis kucing yang sudah teruji secara klinis mampu meluruhkan batu ginjal. Melelui penelitian pula didapati 51 % antosianin dan 24 % anti oksidan dalam larutan 300 ml air yang diseduh dengan bunga rosella yang sudah dikeringkan. Antosianin dalam rosella dapat menghambat dan mematikan sel kanker darah merah atau leukemia.
Walau penelitian tersebut baru uji praklinis di laboratorium, karena belum ada pembuktian secara ilmiah mengenai efeknya secara langsung untuk manusia. Namun, secara tradisional sudah banyak warga masyarakat yang memanfaatkan bunga rosella untuk menurunka darah tinggi. Jika meminum seduhan bunga rosella secara teratur, maka kekakuan saraf dan ketegangan leher akibat hipertensi lama-kelamaan akan menghilang. Tubuh menjadi bugar dan nyenyak tidur. penggunaan bunga rosella untuk menurunkan tekanan darah tinggi telah diuji secara klinis di Teheran, Iran.
olahan teh

Hasil temuan itulah yang kemudian digunakan Yun-Ching Chang dari Institute of Biochemistry and Biotechnology, Chung Shan Medical University, Taiwan. Periset itu lalu menguji efektivitas antosianin rosela untuk menghambat sel kanker darah atau leukemia.  Pigmen alami oseile rouge --sebutan rosela di Perancis-- tak hanya menghambat pertumbuhan sel kanker, tetapi juga mematikannya. Dosis yang diberikan hanya 0-4 mg/ml rosela. Antosianin yang berpengaruh diberi nama delphinidin 3-sambubioside.
Beberapa penelitian dan riset itu baru praklinis di laboratorium. Belum ada pembuktian efeknya langsung pada manusia. Namun, Tria Novida (35 tahun) merasakan langsung manfaat rosela untuk menurunkan tekanan darah tingginya yang sering mengganggu setengah tahun terakhir ini.  Ibu dua anak itu mengaku kerap pusing, mual, dan panas di kepala. Karena menganggapnya sakit kepala biasa, guru TK ini hanya mengonsumsi obat-obatan bebas. Namun, lama-kelamaan nyeri kepalanya semakin parah. Kepalanya terasa berat. Jika sudah begitu, ia tak sanggup berjalan, apalagi mengajar, karena kehilangan keseimbangan. Saat periksa ke dokter, ia dinyatakan mengidap hipertensi.
Pada akhir Februari lalu, saat berkunjung ke sebuah pameran, ia ditawari seduhan teh hangat berwarna merah. Meski awalnya hanya sebatas mencoba, Ida memutuskan untuk rutin mengonsumsi teh rosela yang terasa sedikit kecut, tetapi lebih menyegarkan daripada teh.  Setelah mengonsumsi selama satu bulan, ia merasa lebih tenang karena kekakuan saraf dan ketegangan leher akibat hipertensi perlahan mulai hilang. Tak hanya itu, tubuh juga lebih bugar dan nyenyak tidur.  Agar lebih yakin, Ida memeriksakan diri ke dokter. Ternyata tekanan darahnya turun 70 poin, dari 190 mmHg menjadi 120 mmHg. Turun 11,2 Persen
Khasiat kelopak zuring, sebutan rosela dalam bahasa Belanda, untuk hipertensi juga dibuktikan Abd Al-Aziz Sharaf dari Sudan Research Unit, Institute of African and Asian Studies. Seperti dikutip Planta Medical Journal, kelopak rosela bersifat hipotensif (antihipertensi) dan antikejang.  Sifat antihipertensi itu diuji klinis oleh M. Haji Faraji dan A.H. Haji Tarkhani dari Shaheed Beheshti University of Medical Sciences and Health Services, Teheran, Iran. Sebanyak54 pasien tekanan darah tinggi di Tehran's Shariati Hospital dihitung tekanan diastolik dan sistoliknya 15 hari sebelum dan sesudah pengujian.
Pasien diberi secangkir teh seduhan 3 kuntum bunga rosela. Setelah 12 hari, nilai sistolik pasien rata-rata turun 11,2 persen, tekanan diastolik turun 10,7 persen. Saat konsumsi rosela dihentikan 3 hari, tekanan sistolik meningkat 7,9 persen, diastolik 5,6 persen. Itu membuktikan rosela memang berkhasiat menurunkan tekanan darah tinggi.
Bagaimana mengolahnya?
Menurut Iwan R. Hudaya, konsultan dan pembudi daya bunga rosela yang tinggal di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, rosela lebih sering diolah menjadi seduhan, seperti teh. Membuat seduhan. Kelopak bunga yang sudah dipetik, dijemur di bawah terik matahari (1-2 hari) agar memudahkan pemisahan lidah kelopak (warna merah) dengan bijinya. Berikutnya, kelopak yang sudah dipisahkan dengan biji tersebut dicuci dengan air bersih. Biji yang sudah diangin-anginkan bisa dijadikan bibit.
Kelopak warna merah dijemur selama 3-5 hari. Gunakan penutup dari plastik agar kelopak tidak kena debu. Tanda kelopak sudah cukup kering, kadar air tinggal 4-5 persen, dan akan menjadi bubuk bila diremas. Simpan dalam stoples yang bersih dan kering, lalu tutup rapat.
teh rosela
manisan rosela

Pemakaian:
-    Seduh 2-3 gr teh rosela dengan air mendidih hingga larut dan air berubah menjadi kemerahan (seperti membuat air teh), tambahkan potongan jahe atau gula pasir sesuai selera. Untuk yang sedang berdiet, penderita batuk, atau diabetesi, gunakan gula rendah kalori seperti gula jagung.
-    Selain dapat diramu sendiri, ekstrak bunga rosela juga sudah bisa diperoleh dalam bentuk olahan, dari mulai serbuk hingga bahan seduhan seperti teh celup. Harganya bervariasi, mulai Rp 10 ribu. Produk rosela yang baik kualitasnya dapat dibeli di toko obat terpercaya dan yang telah diakui oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). (Lalang Ken Handita)

sumber: kompas, 13 Januari 2012 (editor: Adi Suryawan)

Penyerapan Garam Mempengaruhi Tekanan Darah

Penyerapan garam yang tinggi telah diasosiasikan dengan penyakit jantung selama ribuan tahun. Padahal, hipertensi yang disebabkan oleh tingginya kadar garam dalam darah saja masih merupakan misteri.  Hal ini menggelitik para ilmuwan dari Max Delbrück Center (MDC) bagi Pengobatan Molekular di Berlin-Buch dan Regensburg untuk bekerja sama dengan grup peneliti dari Finlandia dan Austria guna mengungkap hubungan antara penyerapan garam, proses biologis tubuh secara keseluruhan, dan regulasi tekanan darah. Sekelompok orang pintar dari Eropa tersebut menemukan adanya ruang-ruang penyimpanan garam pada jaringan kulit. Lebih uniknya lagi, ketidakstabilan pada proses penyimpanan ini dapat menyebabkan hewan-hewan percobaan mereka menjadi gelisah dan hipertensif.

Seperti yang kita ketahui, garam atau NaCl sangat penting bagi sistem regulasi air di dalam tubuh, khususnya dalam proses difusi dan osmosis. Oleh karena itu, kekurangan garam dapat berujung pada kacaunya sistem biologis tubuh manusia yang 70% tersusun atas air. Pada sistem pencernaan, garam akan diserap oleh lambung dan usus, lalu sebagian besar diekskresi oleh ginjal. Namun, garam juga disimpan pada sela-sela antarsel tubuh. Grup peneliti MDC, bagian Pusat Riset Klinik dan Eksperimental, dapat membuktikan bahwa konsumsi garam yang tinggi pada tikus menyebabkan akumulasi molekul garam diantara sel-sel kulit. Ternyata, proses ini diregulasi secara spesifik oleh makrofag (sel darah putih).
Pada makrofag tersebut ditemukan regulator gen berupa faktor transkripsi yang dinamakan TonEBP-tonicity-responsible enhancer binding protein atau protein pengikat enhancer yang mengatur tekanan fluida sel. Enhancer itu sendiri merupakan suatu gen yang ekspresi fenotipnya menjadi lebih kuat akibat suatu mutasi yang berimbas dari mutasi gen lainnya. TonEBP akan diaktivasi untuk merespon kadar garam yang tinggi. Selanjutnya, regulator ini akan mengaktifkan gen VEGF-C-vascular endothelial growth factor C atau faktor pertumbuhan C pada sel endotelium pembuluh darah-yang mengontrol pembentukan sel-sel limfa. Dengan demikian, secara tidak langsung, konsumsi garam yang tinggi dapat meningkatkan pembentukan sel-sel limfa sehingga menambah kepekatan darah sekaligus mengurangi tekanannya.
Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa konsentrasi makrofag yang rendah atau absennya VEGF-C menyebabkan tubuh menjadi tidak mampu menyimpan garam secara optimal sehingga terjadilah hipertensi. Namun, kaitan antara proses tersebut dengan terjadinya berbagai gangguan kardiovaskuler masih belum dipahami dengan jelas.

SIFAT FISIKA KIMIA & METODE PEMISAHAN ALBUMIN

Sifat fisik dan kimia albumin

Albumin merupakan protein utama dalam plasma manusia ( kurang lebih 4,5 g/dl), berbentuk elips dengan panjang 150 A, mempunyai berat molekul yang bervariasitergantung jenis spesies. Berat molekul albumin plasma manusia 69.000, albumin telur 44.000 dan didalam daging mamalia 63.000 (Muray et al, 1983; Aurand and Woods, 1970; Montgomert et al, 1983).

Albumin mencakup semua protein yang larut dalam air bebas dan amonium sulfat 2,03 mol/L. Albumin merupakan protein sederhana. Struktur globular yang tersusun dari ikatan polipeptida tunggal dengan susunan asam amino sebagaimana ditunjukkan pada labu 6. Berdasarkan klasifikasi protein menurut komposisinya di dalam albumin tidak tergantung komponen bukan protein( Kusnawijaya, 1981; Montgomert et al, 1983; Pesce and Lwarence, 1987).

Kandungan albumin antara suatu spesies dengan spesies lainnya berbeda. Salah satu faktor yang menentukan kadar albumin dalam jaringan adalah nutrisi(Tandra dkk, 1988) menjelaskan bahwa faktor utama sintesa albumin adalah nutrisi, lingkungan, hormon, dan ada tidaknya suatu penyakit, lebih lanjut Lestiani dkk, (2000) menjelaskan bahwa kira – kira 12 g albumin disintesa oleh hati setiap hari pada penderita sironis hepatitislanjut fungsi sintesis albumin menurun. Asam amino mempunyai peranan sangat penting bagi sintesa albumin dalam jaringan.


Aspek klinis albumin

Klasifikasi berdasarkan fungsi biologisnya, albumin merupakan protein pengangkut asam lemak dalam darah( Suwandi dkk, 1989). Di dalam plasma manusia albuimin merupakan fraksi protein dengan berat molekul 66.300 sampai 69.000, terdiri dari asam amino, yang terutama adalah asam aspartat dan glutamat dan sangat sedikit triptofan. Albumin merupakan hampir 50% dari protein plasma dan bertanggung jawab atas 75 – 80% dari tekanan osmotikpada plasma manusia (Murray et al, 1990).

Montgomert et al. (1983) menjelaskan bahwa albumin mempunyai dua fungsi utama, yaitu mengngkut molekul – molekul kecil melewati plasma dan cairan sel, serta memberi tekanan osmotik di dalam kapiler. Fungsi pertama albumin sebagai pembawa molekul – molekul erat kaitannya dengan bahan metabolisme dan berbagai macam obat yang kurang larut. Bahan metabolisme tersebut adalah asam – asam lemak dan bilirubin. Dua senyawa kimia tersebut kurang dapat larut dalam air tetapi harus diangkut melalui darah dari satu organ ke organ  yang lainagar dapat dimetabolisme atau disekresi. Albumin berperan membawa senyawa kimia tersebut dan peran ini disebut protein pengangkut non – spesifik.

Fungsi utama albumin lainnya adalah menyediakan 80% pengaruh osmotik plasma. Hal ini disebabkan albumin merupakan protein plasma yang jika dihitung atas dasar berat mempunyai jumlah paling besar dan albumin memiliki berat molekul rendah dibanding fraksi protein plasma lainnya menginformasikan bahwa preparat albumin digunakan dalam terapi diantaranya hipoalbuminemia, luka bakar, penyakit hati, penyakit ginjal, saluran pencernaan, dan infeksi (Montgomer et al, 1983; Murray et al, 1990; Tandra dkk,1998).Kegunnaan lain dari albumin adalah dalam transportasi obat – obatan, sehingga tidak menyebabkan penimbunan obat dalam tubuh yang akhirnya dapat menyebabkan racun (Desce and Lawrence, 1987). Jenis obat – obatan yang tidak mudah larut dalam air seperti aspirin, antikoagulan, dan obat tidur memerlukan peran albumin dalam transportasinya.


Pemisahan Albumin

Albumin merupakan fraksi protein, sehingga proses pemisahannya dapat dilakukan menggunakan prinsip-psinsip pemisahan protein. Pemisahan protein acap kali dilakukan dengan menggunakan berbagai pelarut, elektrolit atau keduanya, untuk mengeluarkan fraksi protein yang berbeda menurut karakteristiknya (Murray et al., 1990). Pemisahan protein dari berbagai campuran yang terdiri dari  berbagai macam sifat asam-basa, ukuran dan bentuk protein dapat dilakukan dengan cara elektrofesa, kromatografi, pengendapan, dan perbedaan kelarutan (Wirahadikusumah, 1981). Prinsip dari masing-masing metode pemisahan fraksi protein tersebut adalah sebagai berikut:

1.  Elektroforesa

Elektroforesa merupakan teknik pemisahan senyawa yang tergantung dari pergerakan molekul bermuatan. Jika suatu larutan campuran protein diletakkan di antara kedua elektroda, molekul yang bermuatan akan berpindah ke salah satu electrode dengan kecepatan tergantung pada muatan bersihnya, dan tergantung pada medium penyangga yang digunakan (Montgomery et al., 1983). Kecepatan gerak albumin dalam elektroforesa adalah 6,0 dalam buffer berkekuatan ion 0,1 pH 8,6 (Pesce and Lawrence, 1987)

2.  Kromatografi

Kromatografi meliputi cara pemisahan bahan terlarut dengan memanfaatkan perbedaan kecepatan geraknya melalui medium berpori (Sudarmadji, 1996). Metode ini didasarkan pada perbedaan kelarutan dan sifat asam basa pada masing-masing fraksi protein. Ada tiga teknik kromatografi yang biasanya dipergunakan untuk pemisahan protein yaitu kromatografi partisi dan kromatografi penukar ion, dan kromatografi lapis tipis (WIrahadikusumah, 1981).

3.  Pengendapan protein sebagai garam

Sebagian besar protein dapat diendapkan dari larutan air dengan penambahan asam tertentu, seperti asam triklorasetat dan asam perklorat. Penambahan ini menyebabkan terbentuknya garam protein yang tidak larut. Zat pengendap lainnya adalah asam tungstat, fosfotungstat, dan metafosfat. Protein jugha dapat diendapkan dengan kation tertentu seperti Zn dan Pb (Wirahadikusumah, 1981).

4.  Pengendapan protein dengan penambahan garam

Pengendapan protein dengan cara penambahan garam didasarkan pada pengaruh yang berbeda daripada penambahan garam tersebut pada kelarutan protein globuler (Wirahadikusumah, 1981). Lebih lanjut Thena wijaya (1987) menjelaskan bahwa pada umunya dengan meningkatnya kekuatan ion, kelarutan protein semakin besar, tetapi setelah mencapai titik tertentu kekuatannya justru akan semakin menurun. Pada kekuatan ion rendah gugus protein yang terionisasi dikelilingi oleh ion lawan sehingga terjadinya interaksi antar protein, dan akibatnya kelarutan protein akan menurun. Jenis garam netal yang biasa digunakan untuk pengendapan protein adalah magnesium klorida, magnesium sulfat, natrium sulfat, dan ammonium sulfat.

5.  Pengendapan pada titik isoelektik

Titik isoelektrik adalah pH pada saat protein memiliki kelarutan terendah dan mudah membentuk agregat dan mudah diendapkan (Sudarmadji, 1996). Berbagai protein globular mempunyai daya kelarutan yang berbeda di dalam air. Variable yang mempengaruhi kelarutan ini dalah pH, kekuatan ion, sifat  dielektrik pelarut dan temperature. Setiap protein mempunyai pH isoelektrik, dimana pada pH isoelekrik tersebut molekul protein mempunyai daya kelarutan yang minimum. Thenawijaya (1987) menjelaskan bahwa perubahan pH akan mengubah ionisasi gugus fungsional protein, yang berarti pula mengubah muatan protein. Protein akan mengendap pada titik isoelektiknya, yaitu titik yang menunjukkan muatan total protein sama dengan nol (0), sehingga interaksi antar protein menjadi maksimum.

6.  Pengedapan protein dengan pemanasan

Temperature dalam batas-batas tertentu dapat menaikkan kelarutan protein. Pada umunya kelarutan protein naik pada suhu lebih tinggi (0-40°C). pada suhu di atas 40°C kebanyakan protein mulai tidak mantap dan mulai terjadi denaturasi (Wirahadikusumah, 1981). Suwandi dkk. (1989) menjelaskan bahwa denaturasi dapat didefinisikan sebagai perubahan struktur sekunder, tersier, dan kuartener dari molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan peptide. Peristiwa denaturasi biasanya diikuti dengan koagulasi  (penggumpalan). De Man (1989) menjelaskan bahwa rentang suhu denaturasi dan koagulasi sebagian besar protein sekitas 55 sampai 75°C. suhu koagulasi albumin telur 56°C, albumin serum sapi 67°C, dan albumin susu dapi 72°C.

Tahapan dalam Pengembangan Produk Baru

Proses perencanaan produk baru melibatkan sejumlah tahapan seperti berikut ini. Tahapn yang pertama disebut sebagai Idea Generation. Tahapan ini merupakan pencarian peluang produk baru secara terus menerus dan sistematik. Tahapan ini dilakukan untuk menemukan gagasan-gagasan baru dan segara mengenai penciptaan produk. Metode untuk menciptakan gagasan baru meliputi brainstorming (sesi kelompok kecil untuk menstimulasi gagasan), melakukan analisa atas produk yang sudah ada, ataupun melalui survei konsumen.

1. Product Screening
Setelah perusahaan mengidentifikasi gagasan produk yang berpotensi, perusahaan harus menyaringnya. Dalam product screening, kekurangan, ketidakcocokan, atau gagasan yang tidak menarik lainnya harus disingkirkan dari tindakan lebih lanjut.

2. Concept Testing
Menguji konsep adalah menyajikan konsep produk kepada konsumer; dan mencoba mengukur sikap dan ketertarikan konsumer atas konsep awal pengembangan produk tersebut. Pengujian konsep merupakan cara yang cepat dan tidak mahal untuk mengukur minat konsumer. Pengujian dilakukan dengan meminta konsumer yang potensial untuk bereaksi terhadap sketsa gambar atau deskripsi tertulis yang menggambarkan produk yang akan dikembangkan.

3. Business Analysis
Analisis Bisnis dan finansial dilakukan untuk menguji kelayakan finasial dan bisnis dari konsep pengembangan produk baru. Disini dilakukan analisa terhadap sejumlah aspek, seperti proyeksi permintaan pasar, perkiraan biaya produksi dan peta persaingan.

4. Product Development
Pengembangan produk mengkonversi ide produk baru menjadi bentuk fisik dan sekaligus mengidentifikasi pola strategi pemasaran yang akan diterapkan. Fase ini mencakup konstruksi produk, packaging, pemilihan brand, brand positioing, dan usage testing.

5. Test Marketing
Fase ini mencakup konstruksi produk, packaging, pemilihan brand, brand positioing, dan usage testing. Tujuannya adalah untuk mengevaluasi kinerja produk dan efektivitas program pemasaran secara terbatas – sebelum a full-scale introduction. Melalui uji pemasaran ini, perusahaan dapat melakukan observasi perilaku pelanggan secara aktual. Perusahaan juga dapat melihat reaksi yang dilakukan pesaing, dan juga respon dari para distribution channel members.

6. Commercialization
Setelah pengujian selesai, perusahaan siap untuk mengenalkan produknya ke pasar yang ditargetkan secara full scale. Sejumlah aspek yang perlu dicermati dalam tahap commercialization adalah kecepatan penerimaan konsumen dan para distributor, intensitas distribusi (berapa banyak toko penyalur), kemampuan produksi, serta efektivitas promosi, strategi harga, dan reaksi persaingan.

Teknologi Modifikasi Pati


Pati merupakan jenis karbohidrat yang terutama dihasilkan oleh tanaman. Pati tersusun dari dua makromolekul polisakarida, yaitu amilosa dan amilopetin, yang keduanya tersimpan dalam bentuk butiran yang disebut granula pati. Amilosa tersusun dari molekul-molekul glukosa yang diikat dengan ikatan glikosidik a-1,4 yang membentuk struktur linear, sedangkan amilopektin di samping disusun oleh struktur utama linear juga memiliki struktur yang bercabang-cabang, dimana titik-titik percabangannya diikat dengan ikatan glikosidik a-1,6. Amilopektin memiliki struktur molekul yang lebih besar dibanding amilosa dan umumnya kandungannya di dalam granula pati lebih banyak dibanding amilosa. Kandungan amilosa dan amilopektin dan struktur granula pati berbeda-beda pada berbagai jenis sumber pati menyebabkan perbedaan sifat fungsional pati, seperti kemampuan membentuk gel dan kekentalannya (Whistler et al., 1984) (Feri Kusnandar, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB). Sumber pati yang banyak digunakan secara komersial, di antaranya adalah pati kentang, tapioka, sagu, beras, jagung, gandum, kacang tanah, dsb. Di industri pangan, pati tersebut banyak digunakan baik sebagai bahan baku maupun bahan tambahan sebagai pengental (thickening agent), pembentuk gel (gelling agent), pembentuk film (filming agent) dan penstabil (stabilizing agent). Di samping pati alami, secara komersial telah tersedia berbagai jenis pati termodifikasi (modified starch) dengan tujuan penggunaan yang berbeda-beda. Tulisan ini akan memfokuskan pada pembahasan tentang teknologi modifikasi pati dan aplikasinya dalam proses pengolahan pangan. Mengapa modifikasi pati? 
Secara umum pati alami memiliki kekurangan yang sering menghambat aplikasinya di dalam proses pengolahan pangan (Pomeranz, 1985), di antaranya adalah: Kebanyakan pati alami menghasilkan suspensi pati dengan viskositas dan kemampuan membentuk gel yang tidak seragam (konsisten). Hal ini disebabkan profil gelatinisasi pati alami sangat dipengaruhi oleh iklim dan kondisi fisiologis tanaman, sehingga jenis pati yang sama belum tentu memiliki sifat fungsional yang sama. Kebanyakan pati alami tidak tahan pada pemanasan suhu tinggi. Dalam proses gelatinisasi pati, biasanya akan terjadi penurunan kekentalan suspensi pati (viscosity breakdown) dengan meningkatnya suhu pemanasan. Apabila dalam proses pengolahan digunakan suhu tinggi (misalnya pati alami digunakan sebagai pengental dalam produk pangan yang diproses dengan sterilisasi), maka akan dihasilkan kekentalan produk yang tidak sesuai. Pati tidak tahan pada kondisi asam. Pati mudah mengalami hidrolisis pada kondisi asam yang mengurangi kemampuan gelatinisasinya. Pada kenyataannya banyak produk pangan yang bersifat asam dimana penggunaan pati alami sebagai pengental menjadi tidak sesuai, baik selama proses maupun penyimpanan. Misalnya, apabila pati alami digunakan sebagai pengental pada pembuatan saus, maka akan terjadi penurunan kekentalan saus selama penyimpanan yang disebabkan oleh hidrolisis pati. Pati alami tidak tahan proses mekanis, dimana viskositas pati akan menurun adanya proses pengadukan atau pemompaan. Kelarutan pati yang terbatas di dalam air. 
Kemampuan pati untuk membentuk tekstur yang kental dan gel akan menjadi masalah apabila dalam proses pengolahan diinginkan konsentrasi pati yang tinggi namun tidak diinginkan kekentalan dan struktur gel yang tinggi. Gel pati alami mudah mengalami sineresis (pemisahan air dari struktur gelnya) akibat terjadinya retrogradasi pati, terutama selama penyimpanan dingin. Retrogradasi terjadi karena kecenderungan terbentuknya ikatan hidrogen dari molekul-molekul amilosa dan amilopektin selama pendinginan sehingga air akan terpisah dari struktur gelnya. Sineresis ini akan menjadi masalah apabila pati alami digunakan pada produk pangan yang harus disimpan pada suhu rendah (pendinginan/pembekuan). Modifikasi pati dilakukan untuk mengatasi sifat-sifat dasar pati alami yang kurang menguntungkan seperti dijelaskan di atas, sehingga dapat memperluas penggunaannya dalam proses pengolahan pangan serta menghasilkan karakteristik produk pangan yang diinginkan.

 Pati termodifikasi adalah pati yang telah mengalami perlakuan fisik atau kimia secara terkendali sehingga merubah satu atau lebih dari sifat asalnya, seperti suhu awal gelatinisasi, karakteristik selama proses gelatinisasi, ketahanan oleh pemanasan, pengasaman dan pengadukan, dan kecenderungaan retrogradasi. Perubahan yang terjadi dapat terjadi pada level molekular dengan atau tanpa mengubah penampakan dari granula patinya. Teknologi Modifikasi Pati dan Aplikasinya Teknik modifikasi pati yang banyak dilakukan di antaranya adalah modifikasi secara fisik (di antaranya dengan pregelatinisasi), dan modifikasi kimia (di antaranya modifikasi ikatan silang, substitusi, dan hidrolisis asam) (Wurzburg et al., 1986). Modifikasi dapat juga dilakukan secara kombinasi, misalnya kombinasi modifikasi ikatan silang dan substitusi. 
Tujuan utama dan aplikasinya di dalam produk pangan. Tabel 1. Teknik modifikasi pati, tujuan dan aplikasinya Teknik modifikasi pati Tujuan utama Aplikasi Pregelatinisasi Menghasilkan pati yang dapat terdispersi (larut) dalam air dingin (bersifat instan) Makanan bayi, food powder, salad dressing, cake mixes, pudding Ikatan silang (crosslinking) yang memperkuat ikatan hidrogen pada granula pati Menghasilkan pati dengan viskositas yang stabil terhadap suhu tinggi, proses pengadukan, dan kondisi asam Suun, makanan kaleng yang diproses pada suhu tinggi, pie filling, sup Substitusi gugus hidroksil dari pati Menghasilkan pati yang tidak mudah mengalami retrogradasi, memperbaiki stabilitas viskositas Produk yang dibekukan Hidrolisis terkendali dengan asam Menghasilkan pati dengan viskositas yang rendah Produk confectionery (permen/gum) Kombinasi substitusi dan ikatan silang Menghasilkan pati yang tahan panas, pengadukan, dan asam serta kecenderungan retrogradasi yang rendah Saus, makanan beku Pregelatinisasi 
Pregelatinisasi merupakan teknik modifikasi pati secara fisik yang paling sederhana yang dilakukan dengan cara memasak pati di dalam air sehingga tergelatinisasi sempurna, kemudian mengeringkan pasta pati yang dihasilkan dengan menggunakan spray dryer atau drum dryer. Karena sudah mengalami gelatinisasi, maka pati pregelatinisasi tidak lagi memiliki penampakan granula pati. Pati pregelatinisasi bersifat instan, dimana dapat larut dalam dalam air dingin (cold water soluble). Di samping itu, pati pregelatinisasi memiliki viskositas yang lebih rendah dibanding pati yang tidak dipregelatinisasi. Pati pregelatinisasi di antaranya dapat digunakan untuk formulasi makanan bayi dan pudding. Modifikasi dengan ikatan silang (crosslinked starch) Pati yang dimodifikasi kimia dengan ikatan silang banyak diaplikasikan di industri pangan. Pati ikatan silang diperoleh dengan cara mereaksikan pati dengan senyawa bi- atau polifungsional yang dapat bereaksi dengan gugus -OH pada struktur amilosa atau amilopektin sehingga dapat membentuk ikatan silang atau jembatan yang menghubungkan satu molekul pati dengan molekul pati lainnya. Dengan adanya ikatan silang ini, maka akan memperkuat ikatan hidrogen pada rantai pati. Di antara senyawa yang dapat membentuk ikatan silang dan diperbolehkan dalam makanan (food grade) adalah senyawa polifosfat (seperti sodium tri metafosfat, fosforus oksiklorida dan sodium tri polifisfat) dan gliserol. 

Gambar 1 memperlihatkan contoh reaksi antara molekul pati dengan senyawa POCl3 untuk menghasilkan pati ikatan silang yang dihubungkan dengan jembatan fosfat. 
Pati yang dimodifikasi dengan ikatan silang lebih sulit mengalami gelatinisasi tetapi lebih stabil selama pemanasan (tidak mengalami viscosity breakdown). Pati ikatan silang juga lebih tahan kondisi asam, pemanasan, dan pengadukan sehingga sesuai digunakan untuk produk yang diproses dengan suhu tinggi, kondisi asam atau pengadukan yang kuat. Di antaranya pati ikatan silang sesuai digunakan pada makanan kaleng yang disterilisasi. Modifikasi dengan substitusi Modifikasi pati dapat dilakukan dengan mensubstitusi beberapa gugus -OH pada molekul amilosa atau amilopektin dengan senyawa pensubstitusi sehingga dihasilkan ester pati. Di antara senyawa yang dapat digunakan adalah senyawa asetat, suksinat, fosfat, hidroksipropil, and oktenil suksinat. Tujuan utama dari modifikasi dengan substitusi adalah untuk menghambat laju retrogradasi pati yang disebabkan oleh terhambatnya pembentukan ikatan hidrogen dari molekul amilosa dan amilopektin oleh gugus ester yang terbentuk. Pati yang dimodifikasi dengan substitusi juga mengalami penurunan suhu gelatinisasi, peningkatan viskositas, memiliki kemampuan mengikat air lebih tinggi dan menghasilkan pasta yang lebih jernih. 
Dibandingkan dengan pati ikatan silang, pati substitusi masih mengalami penurunan viskositas selama proses pemanasan (tidak stabil oleh pemanasan) dan kurang tahan oleh kondisi asam. Pati ini dapat digunakan untuk produk-produk pangan yang dibekukan yang menggunakan bahan pembentuk gel atau pengisi. Modifikasi dengan Hidrolisis asam Pati dapat dikonversi dengan cara menghidrolisis suspensi pati secara terkendali dengan menggunakan asam dan pemanasan. Beberapa bagian dari ikatan glikosidik pati akan mengalami pemutusan dengan perlakuan asam sehingga dapat dihasilkan molekul pati yang lebih pendek. Hal ini mengakibatkan sifat kemampuan gelatinisasi pati menurun, dimana akan dihasilkan pati dengan viskositas yang lebih rendah pada saat pemasakan. Dengan demikian, konsentrasi pati yang dapat digunakan dalam proses pengolahan dapat lebih besar. Pati akan lebih larut dengan viskositas yang lebih rendah tetapi dapat menghasilkan struktur gel yang lebih kuat. Pati yang dimodifikasi dengan hidrolisis asam terutama digunakan apabila diinginkan konsentrasi pati yang tinggi dan membentuk gel yang baik tetapi tidak diinginkan pati mengalami pengentalan yang berlebihan. Pati jenis ini dapat digunakan dalam proses pembuatan permen sebagai pengganti gum arab. 
Modifikasi dengan kombinasi ikatan silang dan substitusi Dalam beberapa proses pengolahan pangan, bukan saja sifat-sifat ketahanan terhadap kondisi pemanasan suhu tinggi, pengadukan dan pengasaman yang diinginkan, tetapi juga kemampuan pati untuk tidak mengalami sineresis selama penyimpanan produk. Pati ikatan silang dapat menghasilkan pati yang tahan terhadap suhu tinggi, pengadukan dan pengasaman, tetapi tidak mampu menghambat laju retrogradasi. Sedangkan pati substitusi hanya mampu menghambat laju retrogradasi. Untuk menghasilkan pati dengan sifat-sifat yang diinginkan tersebut, maka dapat dilakukan kombinasi modifikasi ikatan silang dan substitusi. Di antaranya yang banyak dilakukan adalah kombinasi modifikasi pati dengan substitusi gugus –OH pada molekul pati dengan senyawa propilen oksida, kemudian dilanjutkan dengan reaksi ikatan silang dengan senyawa polifosfat (campuran sodium metafosfat dan sodium tripolifosfat) (Wattanachant et al, 2003). Pati yang dimodifikasi dengan kombinasi hidroksipropilasi dan ikatan silang tersebut telah tersedia secara komersial, di antaranya dapat diaplikasikan pada produk saus. 


Pustaka
·                     Pomeranz,Y. 1985. Functional Properties of Food Components. Academic Press, Inc.
·                     Wattanachant,S., Muhammad,K., D. Mat Hashim, and R. Abd. Rahman. 2003. Effect of crosslinking reagents and hydroxypropulation levels on dual-modified sago starch properties. Food Chemistry, 80:463-471.
·                      Whistler,R.L., Bemiller,J.N., and Paschall,E.F. 1984. Starch: Chemistry and Technology. Academic Press,Inc. Wurzburg,O.B. 1986. Modified Starchers: Properties and Uses. CRC Press,Inc.


Penaklukan Puncak Gunung Arjuno (3339 mdpl) Part I

view gn. welirang dari puncak Arjuno

view gn. welirang dari puncak Arjuno


Pendakian puncak arjuno dilakukan selama 4 hari 4 malam, tepatnya pada tanggal 21-24 Januari 2012.
Pendakian hari pertama pada tanggal 21 januari dimulai pukul 15.00 dengan melakukan perizinan pendakian kepada dinas perizinan pendakian dengan jumlah personel sebanyak 20 orang. setelah itu baru dimulai start pendakian menuju pos 2 (kopkopan) pada pukul 16.00. pada perjalanan menuju pos 1 mengalami beberapa hambatan seperti waktu pemberangkatan hujan sehingga memaksa smua personel menggunakan jas hujan. perjalanan harus tetap dilanjutkan hingga sampai di pos 1 dengan lama waktu tempuh sekitar 30 menit dan keadaan personel banyak yang mengalami gangguan cedera sehingga memaksa kami semua untuk beristirahat sejenak. kemudian perjalanan menuju pos 2 kami lanjutkan dengan cuaca yang masih tetap hujan sehingga pendakian makin terasa berat hingga beberapa kali personel minta untuk beristirahat. rintangan makin banyak ketika waktu pendakian menunjukkan waktu malam hari sekitar pukul 18.30, sehingga kami smua harus menggunakan bantuan nyala lampu senter untuk membantu penerangan jalan. kondisi track yang berupan batuan terjal membiuat kami sering kali mengalami jatuh terpleset, hingga beberapa personel mengalami cedera kaki, tapi hal tersebut tak menurunkan semangad teman2 menuju pos 2. dengan perjuangan & smangad smua personel kami bisa sampai di pos 2 (kopkopan) pendakian gunug arjuno pada pukul 19.30 wib.
Aku in memoriam (RIP)


Di pos 2 pendakian kami putuskan untuk beristirahat karena beberapa personel mengalami cedera. kami mendirikan 3 buah tenda yang cukup untuk menampung sebanya 20 personel. cuaca waktu di pos 2 masih gerimis sehingga membuat kami untuk lebih cepat membangun tendanya. setelah tenda berdiri kami semua mulai memasukkan perbekalan yang kami bawa ke dalam tenda supaya tidak basah oleh air hujan. setelah itu kami semua memutuskan untuk memasak bekal makanan yang kami bawa yang berupa mie instan & minuman ringan (kopi & teh) untuk mengisi tenaga yang telah digunakan pada perjalanan tadi. kondisi malam di pos 2 waktu itu sangat ramai sekali karena mungkin hari sabtu & kebayakan adalah waktu yang banyak dimanfaatkan oleh orang-orang untuk mendaki. sekitar ada 15-20 buah tenda ukuran besar dan kecil telah terbanun di pos 2 pendakian waktu itu. setelah mengisi perut, kami masih dapat menikmati keindahan pemandangan perkotaan yang terlihat dari atas. pemandangan itu terlihat sangat indah sekali seperti lilin-lilin yang sengaja ditata dengan warna nyala yang berwarna-warni. bentuk tatanan nyala liin ada yang menunjukkan keteraturan dan ada juga yang berpola tidak teratur. setelah menikmati keindahan pemandangan perkotaan kami semua memutuskan untuk beristirahat dan mengembalikan tenaga untuk melanjutkan perjalanan adventure kami esok hari ke pos pendakian ke 3 (pondokan).
Seluruh personel di pos 2 ( Kopkopan)


Personel di Puncak Arjuno 

Personel di Puncak Arjuno

bersambung...